Allah akan mengajak bicara hamba-hambaNya kelak pada hari kiamat sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ
“Tidak ada seorangpun dari kamu kecuali akan diajak bicara oleh
Rabbnya ‘Azza wa Jalla tanpa ada penterjemah antara ia dan Allah.” (HR
Al Bukhari dan Muslim).
Namun diantara hambaNya ada yang diajak bicara oleh Allah dengan
keras dan penghinaan, akibat perbuatan dosa yang mereka lakukan. Allah
tidak melihat mereka dengan penglihatan kasih sayang, namun dengan
kemurkaan. Tentu orang seperti ini akan mendapat adzab yang pedih. Na’udzu billah min dzalik.
Lalu siapakah mereka yang tidak diajak bicara oleh Allah? Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan dalam empat hadits
tentang mereka. Yaitu:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ » قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
ثَلاَثَ مِرَارٍ. قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ
سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari
kiamat, Allah tidak akan melihat mereka tidak juga mensucikan mereka dan
bagi mereka adzab yang pedih.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda demikian tiga kali. Abu Dzarr berkata, “Merugi sekali, siapa
mereka wahai Rasulullah ?” Beliau bersabda, “Musbil (orang yang memakai
kain melebihi mata kakinya), dan orang yang selalu mengungkit
pemberiannya, dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah
palsu.” (HR Muslim).
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَلاَ يُزَكِّيهِمْ – قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ –
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ
مُسْتَكْبِر
“Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat
dan tidak akan mensucikannya.. Abu Mu’awiyah berkata, “Dan Tidak akan
dilihat oleh allah.” Dan bagi mereka adzab yang pedih, yaitu orang tua
yang berzina, raja yang suka berdusta, dan orang miskin yang sombong.”
(HR Muslim).
ثَلاَثٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالْفَلاَةِ يَمْنَعُهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ
وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ لَهُ
بِاللَّهِ لأَخَذَهَا بِكَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ
ذَلِكَ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا فَإِنْ
أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَفِ
“Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari
kiamat, Allah tidak akan melihat mereka tidak juga mensucikan mereka dan
bagi mereka adzab yang pedih. Seseorang yang mempunyai kelebihan air di
padang pasir, namun ia mencegahnya dari ibnussabil yang membutuhkannya.
Dan orang yang berjual beli dengan orang lain di waktu ‘Ashar, lalu ia
bersumpah dengan nama Allah bahwa ia mengambilnya segini dan segini,
lalu orang itu mempercayainya padahal tidak demikian keadaannya. Dan
orang yang membai’at pemimpinnya karena dunia, bila ia diberi oleh
pemimpin ia melaksanakan bai’atnya, dan bila tidak diberi maka ia tidak
mau melaksanakan bai’atnya.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ رَجُلٌ حَلَفَ عَلَى سِلْعَةٍ لَقَدْ أَعْطَىَ
بِهَا أَكْثَرُ مِمَّا أَعْطَى وَهُوَ كَاذِبٌ وَرَجُلٌ حَلَفَ عَلَى
يَمِيْنٍ كَاذِبَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ لِيَقْتَطِعَ بِهَا مَالَ رَجُلٍ
مُسْلِمٍ وَرَجُلٌ مَنَعَ فَضْلَ مَاءٍ فَيَقُوْلُ اللهُ الْيَوْمَ
أَمْنَعُكَ فَضْلِيْ كَمَا مَنَعْتَ فَضْلَ مَا لَمْ تَعْمَلْ يَدَاكَ
(رواه البخاري)
“Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari
kiamat, dan Allah tidak akan melihat mereka, yaitu orang yang bersumpah
untuk (melariskan) dagangannya bahwa ia telah memberi (harga) lebih
banyak dari (harga) yang ia berikan padanya, padahal ia berdusta. Dan
orang yang bersumpah palsu setelah ‘Ashar untuk mengambil harta milik
seorang muslim. Dan orang yang mencegah kelebihan airnya, maka Allah
akan berfirman, “Hari ini aku akan mencegah karuniaKu kepadamu
sebagaimana kamu dahulu pernah mencegah kelebihan air yang bukan usaha
tanganmu.” (HR Al Bukhari).
Dari empat hadits di atas, kita dapati ada sembilan orang yang tidak
akan diajak bicara oleh Allah, tidak akan dilihat dan disucikan, dan
baginya adzab yang pedih, yaitu:
1. Orang yang memakai kain melebihi mata kaki (musbil).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang isbal dalam
hadits yang banyak, namun sebagian orang ada yang mempunyai pendapat
yang tidak tepat, yaitu bahwa larangan berbuat isbal itu bila disertai
dengan kesombongan, berdasarkan hadits:
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa yang menyeret kainnya karena sombong maka Allah tidak akan
melihat kepadanya pada hari kiamat.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Dan hadits Abu Bakar Ash Shiddiq:
عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( من جر ثوبه خيلاء لم
ينظر الله إليه يوم القيامة ) . قال أبو بكر يا رسول الله إن أحد شقي إزاري
يسترخي إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال النبي صلى الله عليه و سلم ( لست ممن
يصنعه خيلاء )
“Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Siapa yang menyeret kainnya karena sombong maka Allah tidak
akan melihat kepadanya pada hari kiamat.” Abu Bakar berkata, “Wahai
Rasulullah, sesuangguhnya salah satu bagian kainnya melorot tetapi aku
berusaha untuk menjaganya (agar tidak melebihi mata kaki).” Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau tidak melakukannya karena
sombong.” (HR Al Bukhari).
Mereka mengatakan bahwa hadits-hadits ini mengikat kemutlakan
larangan isbal, artinya bahwa isbal itu dilarang bila disertai
kesombongan, namun bila tidak disertai kesombongan maka hukumnya boleh.
Inilah fenomena kedangkalan dalam pemahaman. Karena bila kita
perhatikan hadits Abu bakar di atas, tampak kepada kita bahwa Abu bakar
tidak melakukan itu dengan sengaja, oleh karena itu Nabi menyatakan
bahwa Abu bakar tidak melakukannya karena sombong. Ini menunjukkan bahwa
orang yang melorotkannya dengan sengaja melebihi mata kakinya adalah
orang yang sombong walaupun pelakunya mengklaim dirinya tidak sombong.
Karena isbal itu sendiri adalah kesombongan sebagaimana dalam hadits:
وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَّ إِسْبَالَ الْإِزَارِ مِنْ الْمَخِيلَةِ
“Jauhilah olehmu isbal (memakai kain melebihi mata kaki), karena isbal itu termasuk kesombongan”. (HR Abu dawud).[1]
Al Hafidz ibnu Hajar Al ‘Asqolani rahimahullah berkata, “Isbal itu
berkonsekwensi kepada menyeret kain, dan menyeret kain itu
berkonsekwensi kepada kesombongan walaupun orang yang melakukannya tidak
bermaksud sombong.” (Fathul Baari 10/275).
Imam Ibnul ‘Arobi Al maliki rahimahullah berkata, “Tidak boleh bagi
seorangpun untuk memakai kain melebihi mata kakinya dan berkata, “Aku
tidak sombong.” Karena larangan isbal telah mencakupnya secara lafadz
dan illatnya.” (‘Aridlotul Ahwadzi 7/238).
Jadi klaim bahwa larangan isbal itu diikat dengan kesombongan adalah
pendapat yang ganjil dan aneh, karena isbal itu sendiri sudah termasuk
kesombongan walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong sebagaimana yang
katakan oleh Al Hafidz ibnu hajar tadi. Terlebih, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah mengingkari beberapa shahabat yang kainnya
melebihi mata kaki tanpa bertanya, “Apakah kamu melakukannya karena
sombong?” diantaranya adalah hadits ibnu Umar ia berkata:
مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
وَفِى إِزَارِى اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ « يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ
إِزَارَكَ ». فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قَالَ « زِدْ ». فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ
أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ.
“Aku melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sementara
kainku melorot. Beliau bersabda, “Wahai Abdullah, angkat kainmu.” Akupun
mengangkatnya. Beliau bersabda, “Tambah!” Akupun menambah
(mengangkat)nya. Semenjak itu aku selalu menjaganya.” (HR Muslim).
Dari ‘Amru bin Syariid dari ayahnya berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَبِعَ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فِي أَثَرِهِ حَتَّى أَخَذَ
ثَوْبَهُ فَقَالَ ارْفَعْ إِزَارَكَ وَاتَّقِ اللَّه قَالَ
فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
أَحْنَفُ وَتَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengikuti
seseorang dari Tsaqif sehingga beliau berjalan dengan cepat lalu beliau
memegang bajunya dan bersabda, “Angkat kainmu! bertakwalah kamu kepada
Allah” Lalu orang itu membuka kedua lututnya dan berkata, “Wahai
Rasulullah, aku ahnaf (yang berkaki bengkok berbentu X), dan kedua
lututku beradu.” Beliau bersabda, “Setiap ciptaan Allah Azza wa Jalla
itu indah.” (HR Ahmad dan lainnya).[2]
Lihatlah, apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya
terlebih dahulu apakah kamu sombong atau tidak? Ternyata tidak. Ini
menunjukkan bahwa orang yang melakukan isbal dengan sengaja adalah orang
yang sombong walaupun pelakunya merasa tidak sombong.
2. Orang yang suka mengungkit pemberiannya.
Mengungkit pemberian adalah perkara yang dapat membatalkan amal, Allah Ta’ala berfirman:
ياأيها الذين ءامنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى كالذي ينفق ماله رئاء الناس ولا يؤمن بالله واليوم الأخر
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membatalkan sedekah
kalian dengan mengungkit dan menyakiti, seperti orang yang menginfakkan
hartanya karena riya ingin dilihat manusia dan tidak beriman kepada
Allah dan hari Akhir.” (Al baqarah: 264).
Hendaklah seorang muslim bertakwa kepada Allah dan tidak mengungkit
kebaikan-kebaikannya kepada orang lain, baik kepada teman, anak, atau
kaum fuqoro. Karena pemberiannya itu adalah untuk kebaikan dirinya
sendiri dan pahala untuk persiapan menuju kematiannya.
3. Orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.
Melariskan dagangan dengan sumpah dusta adalah modal orang-orang yang
bangkrut dan mencabut keberkahan dagangannya. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ
صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا
وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Dua orang yang sedang berjual beli itu punya khiyar (pilihan) selama
keduanya belum berpisah, jika keduanya jujur dan menjelaskan maka jual
belinya akan diberkahi. Dan jika keduanya menyembunyikan (aib) dan
berdusta maka akan dicabut keberkahannya.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
4. Orang tua yang berzina.
5. Raja yang suka berdusta.
6. Orang miskin yang sombong.
Tiga orang ini amat memalukan, karena tidak ada sesuatu yang
mendorong mereka melakukan hal tersebut. Ini menunjukkan kepada tabiat
yang buruk dan sengaja ingin berbuat maksiat. Al Qadli ‘Iyadl
rahimahullah berkata:
خصص المذكورون بالوعيد لان كلا منهم التزم المعصية مع عدم
ضرورته إليها وضعف داعيتها عنده فأشبه إقدامهم عليها المعاندة والاستخفاف
بحق الله وقصد معصيته لا لحاجة غيرها فإن الشيخ ضعفت شهوته عن الوطء الحلال
فكيف بالحرام وكمل عقله ومعرفته لطول ما مر عليه من الزمان …والامام لا يخشى من أحد وإنما يحتاج إلى الكذب من يريد مصانعة من يحذره والعائل قد عدم المال الذي هو سبب الفخر والخيلاء فلماذا يستكبر ويحتقر غيره ؟
“Mereka dikhususkan dengan ancaman, karena mereka berpegang kepada
maksiat padahal tidak ada perkara yang mendorongnya, dan pendorongnya
amat lemah. Ini menunjukkan bahkan perbuatan mereka itu karena ‘ienad
(menentang) dan meremehkan hak Allah dan tujuannya hanya untuk berbuat
maksiat bukan karena ada sesuatu yang lain.
Orang yang telah tua renta telah lemah syahwatnya untuk menjimai yang
halal terlebih yang haram, ia telah sempurna akal dan pengetahuannya
karena telah banyak makan garam… Seorang raja tidak perlu takut kepada
siapapun, karena dusta biasanya dilakukan agar terhindar dari keburukan
orang yang ia takuti. Dan orang fakir tidak punya harta yang merupakan
sebab kesombongan dan keangkuhan, lantas mengapa ia sombong dan
menganggap remeh orang lain? (Ad Diibaaj syarah shahih Muslim 1/122).
7. Orang yang bersumpah palsu di waktu ashar untuk mengambil harta muslim dengan tanpa hak.
Perbuatan ini berkumpul tiga keburukan, yaitu bersumpah palsu,
dilakukan di waktu yang mulia yaitu waktu ashar, dan mengambil harta
muslim. Sumpah palsu sendiri adalah termasuk dosa besar, dan menjadi
lebih besar lagi bila dilakukan di waktu yang mulia, dan waktu ashar
adalah waktu yang mulia di sisi Allah. Berdasarkan hadits ini dan dalil
lainnya.
Bagaimana jadinya bila ternyata disertai mengambil harta muslim,
padahal harta seorang muslim itu haramnya sama dengan keharaman bulan
haram di negeri yang haram dan di hari yang mulia (Arofah). Sebagaimana
dalam hadits:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram atas kalian
seperti keharaman hari ini, di bulan ini dan di negeri ini.” (HR Al
Bukhari dan Muslim).
8. Orang yang yang mempunyai kelebihan air di padang pasir, namun mencegahnya dari orang yang membutuhkannya.
Perbuatan ini akibat kekikiran yang sangat sehingga mencegah ia untuk
memberikan kelebihan air kepada ibnussabil yang amat membutuhkannya.
dan sifat kikir itu seringkali menimbulkan perbuatan yang dimurkai oleh
Allah Azza wa jalla, dalam hadits:
إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ بِالشُّحِّ أَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخَلُوا وَأَمَرَهُمْ
بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا
“Jauhilah Syuhh (kikir yang sangat), sesungguhnya syuhh membinasakan
orang-orang sebelum kalian. Syuhh menyuruh mereka untuk bakhil, menyuruh
untuk untuk memutuskan tali silaturahim, dan menyuruh untuk berbuat
kejahatan, merekapun melakukannya.” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh
Syaikh Al AlBani).
9. Orang yang membai’at pemimpin karena dunia.
Membai’at pemimpin yang sah adalah perkara yang diperintahkan oleh
islam. Kewajiban rakyat adalah mentaati pemimpinnya dengan penuh
keikhlasan karena mengharap keridlaanNya. Orang yang membai’at
pemimpinnya dengan ikhlas, ia akan menjalankan hak pemimpinnya walaupun
ia tidak diberi, bahkan walaupun ia dizalimi. Sebagaimana dalam hadits:
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ
وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ
قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قُلْتُ : كَيْفَ أَصْنَعُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ :« تَسْمَعُ وَتُطِيعُ
لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».
رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Akan ada setelahku pemimpin-pemimpin yang tidak mengambil petunjukku
dan tidak mengikuti sunnahku, dan akan ada pemimpin yang hatinya
bagaikan hati setan pada tubuh manusia.” Aku berkata, “Apa yang harus
aku lakukan wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mendengar dan taat
kepada pemimpin walaupun tubuhmu dipukul dan hartamu diambil, tetaplah
mendengar dan taat.” (HR Muslim).
Membai’at karena dunia adalah sumber fitnah. Sebab orang yang
demikian tidak akan mau mentaati pemimpin jika ia tidak diberi harta
atau kedudukan. Bahkan ia akan berusaha dengan berbagai cara untuk
memburukkan pemimpinnya karena ia tidak diberi. Seperti yang terjadi di
zaman ini, terutama dari kalangan wartawan yang tidak beriman kepada
Allah dan hari akhirat, semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka.
0 comments:
Post a Comment